Wednesday, October 14, 2015

Perang ojek aplikasi, apakah kabar semangat angkutan massal di DKI?



Merdeka.com - Sejak pertengahan tahun ini, ramai-ramai perusahaan aplikasi melirik kendaraan roda dua sebagai peluang bisnis. Mereka berlomba-lomba membuat sepeda motor sebagai ojek yang memanfaatkan sistem aplikasi.

Dengan sistem itu, nantinya pengemudi terhubung langsung dengan calon penumpang lewat aplikasi yang telah di-download. Urusan tarif, tak ada lagi model tembak, karena perusahaan menetapkan tarif sesuai jaraknya dengan batas maksimal kilometer yang ditentukan.

Di Jakarta misalnya. Sebut saja GO-JEK, Grabbike, Bluejek, Topjek, Ladyjek, dan Jegertaksi. Tak cuma untuk kendaraan roda dua, ada pula beberapa perusahaan aplikasi yang khusus menyediakan layanan jasa dengan roda empat seperti Uber dan Grabcar.

Menjamurnya angkutan berbasis aplikasi seolah membuat pemerintah daerah maupun pusat tak berdaya membendung. Apalagi, respons masyarakat sangat positif.

Padahal, bila melihat ke belakang rencana ini tak sejalan dengan semangat Pemprov DKI meningkatkan dan memperbaiki layanan angkutan massal di Jakarta. Seperti diketahui, bolak-balik Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, berjanji akan menambah armada Transjakarta, bus sedang hingga bus tingkat.

"Saya jamin dari sekarang sampai akhir 2016, akan terus datang bus-bus bagus," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (24/6).

Untuk itu, dalam memaksimalkan penambahan angkutan umum bagi tersedianya transportasi massal yang memadai di ibu kota, Ahok juga akan mengintegrasikan Kopaja dengan layanan Transjakarta. Bahkan, dirinya juga memberikan kesempatan kepada para pemilik bus lainnya, untuk ikut serta bergabung dalam manajemen Transjakarta.

"Kita tawarkan, di luar Kopaja kalau ada bus pribadi yang di manajemen enggak jelas, jatahnya boleh ditambahkan ke Transjakarta, dan bergabung seperti Kopaja. Jadi enggak ada lagi Kopaja jatahnya sekian, enggak ada lagi," ujar Ahok.

Tak hanya itu, Ahok juga menerapkan sejumlah sistem untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi di Jakarta. Salah satunya sepeda motor.

Dia membuat kebijakan motor dilarang melintas di kawasan Thamrin hingga Bundaran HI. Bahkan belakang, Ahok berjanji akan memberikan layanan transportasi massa (angkutan umum) bagi warga Ibu Kota secara gratis, guna ikut bersaing dengan kedua perusahaan jasa tersebut.

"Nanti transportasi massal kita tuh gratis. Di dalam kota akan ada bus tingkat gratis. Kita juga adakan tiket harian. Sekarang TNI, Polri, (pegawai) Bank DKI, pelajar, semua gratis," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (13/8).

Ahok berjanji kebijakan tersebut bakal segera terealisasi. Hal tersebut untuk memperluas larangan bagi penggunaan kendaraan roda dua di jalan-jalan protokol.

"Nanti yang seumur hidup juga gratis. (Pemilik) KTP semua gratis. Nantinya pangsa pasar akan terpisah dan motor enggak bisa masuk lagi ke jalan protokol," pungkasnya.

Jika ojek aplikasi terus menjamur di Jakarta, mampukah Ahok mewujudkan angkutan massal yang nyaman dan aman untuk warga Jakarta?

Pengamat Transportasi, Alvinsyah menilai, harusnya pemda DKI maupun pemerintah pusat menjadikan fenomena angkutan aplikasi ini untuk berbenah diri.

"Sebenarnya ini momentum untuk pemerintah daerah dan pusat berbenah diri. Harusnya pemerintah jangan diam dan terlena karena fenomena angkutan aplikasi ini bisa saja sampai tahap menjenuhkan untuk penumpang," katanya saat berbincang dengan merdeka.com, Selasa (12/10).

Dia menilai pemerintah justru yang tak melihat peluang bisnis seperti ini. Alhasil, ada seseorang yang melihat kemudian digarap dan sukses, sayangnya malah menuai pro dan kontra karena beberapa aturan.

"Harusnya pemda malu, ada kewajiban sebagai penyedia layanan transportasi gak dijalankan dengan baik. Akhirnya pasar yang bergerak dan orang melihat ada peluang angkutan aplikasi ini padahal ojek ada sejak puluhan tahun. Makanya ini harus jadi motivasi untuk angkutan umum dibuat menarik," pesannya.

Ditambahkan dia, sebenarnya angkutan massal masih memiliki pasarnya. Sayang, pemerintah belum serius untuk melakukan pengelolaan dengan baik.

"Kita sekarang enggak punya pilihan. Kita terjebak di layanan transportasi, terintegrasi, tapi kita bicara ini dua sisi, karena ini berkaitan dengan tata ruang. Paketnya kalau kalau mau serius, angkutan masal diperbaiki dan tata ruang dibenahi. Seperti angkutan massal, misalnya terstruktur dengan angkutan pendukungnya, seperti mikrolet, tapi sekarang masalahnya dikelola perorangan. Situasi ini harusnya ditanggapi serius, fenomena aplikasi berkembang terus," pungkasnya.

Sumber: merdeka.com

No comments:

Post a Comment