Wednesday, October 14, 2015

Di China, "Ridesharing" ala Uber Harus Berlisensi



KOMPAS.com - China mulai mempublikasikan naskah aturan yang akan mengatur keberadaan bisnis ride sharing, seperti Uber. Model bisnis ini sedang menjadi tren baik di Negeri Tiongkok itu maupun negara lain di seluruh dunia.

Naskah peraturan yang sudah dipublikasi di situs resmi Menteri Perhubungan China tersebut bertujuan menjaga keteraturan bisnis dan memperkuat pengawasan terhadap aplikasi pemesanan kendaraan. Di China sendiri terdapat dua perusahaan ride sharingyang beroperasi, yaitu Uber dan Didi Kuaidi.

Sebagaimana dilansir KompasTekno dari Reuters, Senin (12/10/2015), naskah peraturanridesharing China mensyaratkan setiap perusahaan untuk mengajukan lisensi dan menjamin bahwa mekanisme pembayaran mereka transparan.

Lisensi tersebut dikeluarkan berdasarkan kota tempat mereka beroperasi. Kendaraan penyedia ridesharing pun dibatasi maksimal hanya boleh menyediakan 7 kursi. 

Perusahaan aplikasi itu juga diatur agar tidak sembarangan memanfaatkan pengemudi atau pemilik kendaraan. Antara lain, mereka hanya boleh menggunakan pengemudi yang berpengalaman serta memiliki surat izin mengemudi.

Uber dan Didi Kuaidi selama ini bersaing ketat memperebutkan pangsa pasar di China. Masing-masing menggelontorkan investasi miliaran dollar untuk merayu pengguna, memberikan diskon dan mensubsidi pendapatan pengemudi penyedia layanannya.

Saat ini Uber mengaku sedang menyiapkan dokumen lisensi operasional mereka di China. Mereka telah mengantongi investasi 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 16 triliun untuk perluasan pasar di lebih dari 100 kota di China dalam setahun mendatang.

Sedangkan Didi Kuaidi, yang didukung raksasa e-commerce Alibaba Group serta Tencent Holding, mengatakan sudah memperoleh lisensi untuk operasional di Shanghai dan ingin mengajukannya untuk sejumlah kota lain. Mereka disebut sebagai aplikasi ridesharingpaling dominan di Negeri Tiongkok itu.

Selain China, negara lain yang sudah menerapkan aturan ridesharing adalah Filipina. Mereka mengategorikan Uber dan sejenisnya sebagai sebuah Transportation Network Company (TNC) dan mensyaratkan pengajuan izin tertentu, mulai dari operasional hingga soal pengemudi yang mereka gunakan.

Sementara itu di Indonesia, aturan ride sharing masih belum jelas. Keberadaan layananride sharing, seperti Uber dan GrabCar milik GrabTaxi terus menerus dihujani kontroversi. Sementara itu, layanan ride sharing yang menggunakan motor, sejenis GoJek dan GrabBike, makin banyak bermunculan.

Sumber: kompas.com

No comments:

Post a Comment